#Bila Cheri belajar menghitung
“Tidak mau! Huhuhu ... jangan, pukul Cheri!”
“Aku tidak memukulmu! Aku hanya—”
Melihat anak ini kembali menjadi cengeng hanya bisa membuatku menghela napas dalam-dalam. Mengurus bayi besar ini memang dibutuhkan kesabaran ekstra jika kelakuannya sedang sulit untuk kukontrol.
Dia sendiri yang ingin belajar menghitung, tetapi dia juga yang rewel tiap kali aku mengoreksinya sampai aku harus menaikkan satu oktaf suaraku karena dia sulit sekali mengerti.
“Aku sudah mengajarimu untuk gunakan sepuluh jarimu. Tapi kenapa kau hanya mengisi angka satu dan delapan di setiap soal yang sudah kuberikan?!”
Anak itu tergugu lagi. Memeluk kedua lututnya dan meringkuk di kaki sofa. Astaga, sulit sekali mengasih anak kecil ini, memang.
“Buka kedua tanganmu.”
“Tidak mau!”
“Seung Cheri, buka kedua tanganmu atau aku tidak akan berikan kimbab setelah ini!”
Anak itu malah semakin menangis. Tetapi dia tetap membuka kedua tangannya yang sudah kotor akibat terus-terusan menggenggam crayon selama belajar menghitung tadi. Aku berlutut di sebelahnya, membersihkan tangannya menggunakan tisu basah dan aku tak bisa menahan dengkus geli di sela decak kesalku pada anak ini.
“Kau bahkan bisa menghitung jumlah kimbab tiap kali memakannya. Kenapa tidak bisa kau terapkan saat belajar bersamaku?”
Di sela isak kecilnya, dia menjawab, “Tidak ada kimbab ... Cheri, tidak bisa ... menghitung....”
Aku tahu bahwa dia berkata jujur. Tapi tetap saja, aku tidak bisa menahan rasa gemasku padanya sehingga selesai membersihkan kedua tangannya, aku mengusap kedua pipinya yang basah akan air mata itu.
Siapa yang akan menyangka bahwa orang dewasa ini bisa menangis layaknya anak kecil sungguhan jika bukan karena Seung Cheri yang menguasai tubuh ini?
“Kalau begitu kau bisa coba membayangkan kimbab saat belajar menghitung. Anggap jari-jarimu ini kimbab, lalu coba hitung jumlah kimbab di tanganmu untuk menjawabnya. Kau pasti bisa, kan?”
Seung Cheri memandangi kedua tangannya yang sudah terbuka. Merenung cukup lama bersama isakannya yang masih tersisa sebelum akhirnya mengangguk-angguk dengan polosnya.
Aku tersenyum kecil seraya mengusap kepalanya dengan tulus. Bagaimanapun juga, dia tetaplah anak kecil yang perlu belajar banyak hal dari awal. Dan aku perlu membimbingnya secara perlahan, dengan kesabaran ekstra.
Juga kasih sayang.
“Sekarang, kau masih ingin belajar menghitung?”
Tapi Seung Cheri tetaplah anak kecil yang ingin melakukan apa yang dia mau.
“Cheri, mau kimbab ... tidak mau, menghitung....”
Dan aku harus mengabulkannya agar tidak menangis lagi.
—