Cheri, and his graffiti

from

My Neighbor is Acting Weird

•••

Memasuki apartemen, aku mendapatkan kesunyian yang tidak biasa. Walau begitu aku sudah bisa menebak dari televisi yang masih menyala, karpet yang dipenuhi boneka, buku gambar, hingga krayon berserakan, barulah menemukan si bayi besar itu berada di sofa dan jatuh terlelap sembari memeluk buku baca bergambar.

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan. Aku memang harus lembur dan baru keluar dari kantor pukul delapan tadi lalu cepat-cepat pulang sampai menolak ajakan makan malam bersama rekan satu divisiku. Karena lebih memikirkan anak ini yang akan menangis kalau terlalu lama kutinggalkan.

Lelah, tentu saja. Apalagi melihat ruang tengahku yang sudah berantakan seperti ini membuat kepalaku semakin berdenyut pusing. Namun mengingat ini adalah bagian dari tugas, aku harus membereskannya kembali seperti semula dengan kedua tanganku sendiri.

Gerakanku terhenti kala melihat buku gambarnya yang terbuka. Menemukan coretan layaknya ilustrasi seorang anak laki-laki tengah duduk dengan ekspresi sedih, lalu di sebelahnya bergambar sosok perempuan dewasa sedang berdiri tanpa senyuman.

Cheri rindu ibu

Begitulah bunyi tulisan di bawahnya yang tentunya masih bisa kubaca meski tidak rapi. Sertamerta aku menengok Cheri yang masih asyik terlelap di sofa. Begitu saja batinku mencelus seakan ikut merasakan apa yang tengah dia tuangkan di gambar ini.

Aku tahu rasanya kehilangan. Apalagi kehilangan orang yang sejak awal sudah menjadi tempat bernaung melindungi dari lelahnya realita. Kehilangan sosok orangtua adalah masa di mana sebagian duniamu bagai runtuh sekaligus pukulan telak bahwa kau tidak akan mendapatkan rumah yang sama lagi.

Dan Seung Cheri sudah kehilangan rumahnya di tahun kedelapan hidupnya. Di mana seharusnya dia masih harus merasakan hangat dan nyamannya sebuah pelukan, merasakan kasih dan sayangnya seorang ibu....

“Nuna...?”

Panggilan parau itu cukup menyentakku. Mendapatinya ternyata sudah terbangun dan langsung mendudukkan diri seraya mengucek matanya.

“Cheri, menunggu Nuna ... tidak kunjung pulang ... Cheri, membaca buku ... lalu tertidur....”

“Aku harus lembur jadi pulang terlambat.” Membereskan buku gambarnya, lantas kuambil buku yang masih dipeluknya itu untuk disingkirkan. “Pindahlah ke kamar. Tidur di sini tidak nyaman dan dingin.”

“Cheri, belum sikat gigi....”

“Kalau begitu sikat gigi dulu lalu pergi tidur. Jangan lupa mencuci kaki.”

“Baik....”

Tubuh besarnya itu bangkit lalu melangkah gontai ke kamar mandi. Sementara aku kembali melanjutkan tugas membersihkan ruangan ini ketika tak lama kudengar langkahnya mendekat dengan cepat.

“Nuna ... Nuna....”

“Apa—hei! Bersihkan mulutmu terlebih dahulu!”

Omelku seketika mencuat melihatnya ternyata masih dengan mulut dipenuhi buih busa bahkan masih memegang sikat giginya yang tak kalah berbusa juga.

“Cheri, belum minum susu ... tapi, Cheri, sudah sikat gigi....”

Astaga....