Cheri, Nuna, dan Paman Kwan

from

My Neighbor is Acting Weird

•••

“Nuna!”

Seketika Cheri merekahkan senyumnya. Terlalu bahagia hanya dengan melihat sosok nunanya walau hanya melalui layar ponselnya yang digenggam dengan kedua tangan.

“Bagaimana kabarmu di sana? Apa kau bersenang-senang?”

“Iya! Cheri, suka! Cheri, berenang! Dingin..., tapi Cheri, senang!”

“Kau tidak merepotkan Paman Kwan, kan?”

Senyuman polos itu sedikit memudar kala dia menggeleng-gelengkan kepala. “Cheri, tidak merepotkan ... Paman Kwan, bilang Cheri, sudah selesai berenang ... Cheri, selesai berenang....”

“Anak pintar. Terus dengarkan Paman Kwan, ya? Kalau sudah waktunya makan, kau harus makan. Kalau sudah harus tidur—”

“Cheri, harus tidur!” kini dia mengangguk-angguk. “Cheri, selalu dengar, Paman Kwan. Cheri, berjanji ... menjadi baik!”

Tentu Cheri kembali tersenyum lebar melihat nunanya tersenyum bangga padanya, memujinya sekali lagi yang membuat kekehan lucunya tak lagi ditahan.

“Hei, aku tidak bisa melihat wajahmu karena terlalu dekat.”

“Ya?” matanya mengerjap bingung, “Cheri, bisa lihat Nuna....”

“Tapi aku tidak bisa melihat wajahmu. Hanya mata dan keningmu saja yang terlihat. Beri jarak ponselnya menggunakan tanganmu. Seperti ini.”

Cheri mengikuti arahan sang Nuna; mengulurkan kedua tangannya yang terus memegangi ponsel pintarnya itu. Di mana kemudian bibirnya melengkung sedih.

“Nuna, jauh ... Cheri, pegal....”

Nunanya harus menahan tawa mendengar jawaban terlalu jujur itu. “Kalau begitu letakkan saja ponselnya di meja supaya kau juga bisa duduk.”

Cheri kembali mengikuti. Duduk pada sofa yang berhadapan dengan meja rendah, dia letakkan ponselnya di sana, bersandar pada gelas kertas yang sebelumnya dipakai untuk minum kopi—tenang saja, itu milik Paman Kwan—tapi berakhir dengan ponselnya terjatuh akibat gelas yang sudah kosong itu tidak mampu menopang.

“Waaa! Nuna, jatuh! Huhuhu....”

Tetapi nunanya itu malah tertawa melihatnya hampir menangis. Sebelum dihentikan oleh seorang pria yang baru nampaknya baru saja pulang dari berbelanja dan dia langsung membantu Cheri membenarkan ponselnya.

“Nuna tega sekali. Cheri sedang kesulitan malah ditertawakan,” keluh Seungkwan bersama lirikan sarkasme pada layar yang terus menampakkan perempuan itu, yang selalu tersenyum menikmati momen ini. “Sudah. Ponselnya sudah berdiri dengan benar. Tidak akan jatuh lagi. Sekarang kau bisa bicara dengan Nuna sambil makan. Ini dia kimbab khusus untuk Seung Cheri!”

“Oh, Paman Kwan hebat sekali sudah membawakan kimbab. Ucapkan apa pada Paman Kwan?”

“Terima kasih, Paman Kwan ... Cheri, akan makan, sampai habis ... selamat makan!”

Lalu percakapan terjalin di ketiganya. Cheri yang sesekali melahap potongan kimbab, bersama Seungkwan di sebelahnya yang selalu mengawasi di sela melempar canda, dan sang nuna yang terus berceloteh memastikan Cherinya selalu dalam keadaan baik-baik saja.

Cukup seperti ini saja.

Bagi Cheri, selalu melihat dan diperhatikan oleh Nuna adalah hal yang paling dibutuhkan, sehingga semuanya terasa lebih dari cukup.

Terlebih kebaikan Paman Kwan yang semakin membuatnya tersenyum, Cheri merasa bahwa semuanya sudah menjadi lebih baik.

Sebab mereka adalah orang-orang baik. Mereka selalu membuat Cheri merasa nyaman, merasa bahwa semuanya akan selalu baik-baik saja, dan merasa aman.

Cheri selalu mendambakan hal ini. Sudah sejak lama. Dan Cheri berharap ini akan berlangsung lebih lama dari yang Cheri bayangkan.

Boleh, kan...?