Cheri when being alone

from My Neighbor is Acting Weird

•••

Keluar dari kamar, Seung Cheri muncul dengan rambut berantakan juga isakan kecil. Wajah bantalnya dihiasi kantung mata yang sudah memerah di awal hari ini. Bibirnya bahkan melengkung ke bawah menandakan dirinya terbangun dalam suasana hati tidak baik.

“Nuna....”

Suara seraknya bagai mencicit. Mencari nuna-nya yang sudah dia tahu pasti berada di dapur. Namun sayang, hanya ada kekosongan di sana dan semakin membuatnya terisak sedih.

“Nuna ... ke mana...? Nuna ... pergi...?”

“Ya. Dia pergi meninggalkanmu.”

“Jangan mengganggunya.”

Cheri terisak lagi. Menggerakkan kaki-kakinya ke kamar mandi yang ternyata juga kosong. Lalu beralih menuju balkon yang bahkan pintunya masih terkunci.

“Nuna ... huhuhu ... Nuna, mana...?”

“Sudah kubilang, dia pasti meninggalkanmu. Karena kau terlalu cengeng dan merepotkan.”

“Berhenti menakutinya, Choi Coups.”

“Itu kenyataan! Anak cengeng! Lemah! Mere—”

Cheri merasakan bagaimana suara di kepalanya itu menghilang layaknya dilempar menjauh. Tersisa satu suara yang tengah mengembuskan napas panjang sebelum berujar pelan.

“Nuna mungkin sedang berbelanja. Tunggu saja. Dia pasti kembali.”

Cheri hanya mengangguk walau tidak langsung menghentikan tangisnya. Kakinya kembali berayun ke ruang tengah untuk kemudian mendudukkan diri di sana.

“Bermimpi buruk lagi? Pasti menyeramkan, ya?”

Cheri mengangguk-angguk lagi. Hanya dengan mengingatnya saja, Cheri kembali terisak seraya memeluk kedua lututnya.

“Ibu ... pergi ... tidak suka Cheri...,” gumamnya lirih. “Cheri, takut ... Nuna, juga pergi....”

“Kau bilang kalau Nuna baik. Dia tidak akan meninggalkanmu.”

“Tapi..., Cheri, merepotkan....”

“Karena Cheri masih sangat kecil. Cheri pasti akan membutuhkan bantuan banyak. Cheri tidak merepotkan. Nuna juga pasti berpikir sama.”

Cheri justru menggeleng. “Cheri, buat Nuna marah ... Cheri, menyusahkan ... Tapi..., Cheri, tidak mau pergi....”

“Tidak ada yang menyuruhmu pergi.”

“Kak Kupseu, tidak suka Cheri ... di sini....”

“Jangan dengarkan anak itu. Dia anak nakal jadi akan selalu senang menyakiti perasaanmu. Jadi kalau dengar suaranya lagi, kau harus tutup telingamu darinya.”

“Cheri, tidak bisa....”

“Kau bisa memanggil kami, jadi kau juga bisa mengusir kami.”

Tidak lagi bicara, Cheri merangkak ke sudut ruangan demi mengambil boneka karakter Spongebob untuk dipeluknya. Mata membulatnya yang basah menatap ke luar jendela kaca, pada langit biru yang dihiasi gumpalan awan-awan berarak.

Selalu ada banyak hal yang datang dan pergi di pikiran kecilnya. Sebagaimana dengan daya imajinasi anak seusianya, Cheri akan berkelana dalam khayalan di mana dirinya merasa lebih bahagia dan tenang.

Tidak ada teriakan, tidak ada caci-maki, tidak ada pukulan maupun cambukan yang akan membuatnya merengek memohon ampun, dan yang pasti ... tidak ada tangisan yang perlu ditanggungnya berlarut-larut.

Walau tidak ada Ibu, Cheri merasa lebih nyaman. Merasa dirinya tidak merepotkan karena tidak perlu memenuhi tuntutan yang memaksanya bisa setara dengan kakaknya.

Bila perlu, Cheri akan biarkan diri lainnya berperan menggantikannya agar dirinya tidak lagi merasakan semua kesedihan itu.

“Oh, kau sudah bangun?”

Tapi kali ini, Cheri tidak ingin berkelana.

“Nuna!”

Sekalipun di dalam pikirannya sendiri, Cheri tidak ingin tenggelam hanya agar tidak mendengar amarah yang terkadang masih suka membuatnya menangis.

“Sudah kubilang kalau bangun dari tidur, basuh wajahmu dan sikat gigi. Kenapa tidak kau lakukan?”

“Cheri, menunggu Nuna ... pulang....”

“Bagaimana kalau aku pulang lama? Tidak akan menyikat gigi?”

Karena bagi Cheri, nuna-nya yang pemarah itu tidak seburuk ayah dan kakaknya.

“Maaf, Nuna....”

“Sekarang pergi ke kamar mandi. Atau aku tidak akan buatkan kimbab untukmu.”

Bagi Cheri, Nuna tetaplah baik dan perhatian. Selalu membuatkan kimbab, memastikannya makan dengan baik, hingga membiarkannya tinggal di rumah ini.

“Baik!”

Karenanya, Cheri tidak ingin lagi tenggelam dalam khayalannya. Sebab dunianya saat ini sudah lebih baik, berkat Nuna.