Date with me

Seungcheol short narration

from

Until You Break Up

•••

Untuk kesekian kalinya, Jina perlu mengingatkan bahwa Choi Seungcheol adalah pria sinting.

“Atau perlu gue bawa lo ke club tempat Mingyu main sekarang? Lo bisa sewa tangan gue buat mukul dia.”

Jina mengembuskan napas lelah. Bukan hanya karena kecewa akan lagi-lagi dilupakan oleh kekasihnya sendiri, tetapi juga karena menghadapi pria yang sekali lagi membuat gemuruh bercampur di dadanya.

“Aku mau pulang aja.”

Dan entah sejak kapan, Jina merasa harus menguatkan jantungnya yang terlalu mudah terkejut hanya dengan cekalan lembut di tangannya. Menyaksikan bagaimana Seungcheol tidak lagi segan menahannya agar tidak menghindarinya untuk kesekian kali.

Dinner with me. It’s my treat.

“Aku nggak lapar.”

“Lo bisa minum-minum sepuasnya aja kalau gitu.”

Jina mendengus kesal. “Emangnya aku kelihatan mau mabuk-mabukan apalagi sama kamu?”

Better than being drunk alone.” Seungcheol yang selalu memiliki jawaban, menjungkit sebelah alis tebalnya. “Kalau lo takut gue bakal apa-apain nanti, I’m not that kind of asshole. Apalagi ke lo.”

Jina tahu bahwa Seungcheol tidak pernah mengingkari kata-katanya.

Seburuk apapun pria itu terlihat, Jina tahu bahwa Seungcheol tidak pernah bertindak kelewatan selain untuk mengganggu pikiran dan hatinya seperti sekarang ini.

Jadi, salahkah bila Jina menerima ajakannya hanya untuk sebotol minum demi mengempaskan kekecewaannya karena sudah diabaikan?

“Kenapa kamu warnain rambut?”

Hanya dengan begitu, Seungcheol menerbitkan senyum lebarnya. “Buat narik perhatian lo.”

“Konyol.”

“Buktinya lo nanyain? Kenapa? Gue makin ganteng, ya? More than your boyfriend?

Begitu saja Jina merotasikan mata. Melengos pergi yang kali ini tidak dihalangi oleh Seungcheol sebab perempuan itu melangkah menuju mobilnya. Maka Seungcheol berlari untuk menahan pintu yang nyaris Jina buka.

So it’s a yes?

“Apa?”

Date with me?

Jina mendengus jengah. “Aku cuma terima traktiran kamu.”

“Kalau rambut gue gimana?”

“Penting banget emangnya?”

“Penting. Soalnya gue butuh validasi dari lo.”

“Iya. Puas? Sekarang buka pintunya.”

Tidak. Sebentar saja.

Lupakan soal pujian malas Jina. Seungcheol hanya ingin melihat wajah cantik yang dipoles semakin indah itu lebih dekat. Mengaguminya sedikit lebih lama sebelum tidak ada lagi kesempatan baginya untuk melakukan hal ini. Untuk hari ini.

“Seungcheol, jadi makan atau enggak?”

Oh shit.

Pernahkah Seungcheol mengatakan bahwa he loves the way his name come out of her pinkish lips?

Bahwa dia semakin menyukai namanya tiap kali Jina yang melantunkannya dengan suara merdu yang didambakannya.

“Aku pulang aja kalau gitu.”

“Nggak boleh. Makan dulu sama gue.”

“Ya udah buka pintunya!”

Dan Seungcheol lebih menyukai raut kesal Jina yang selalu ditujukan padanya. Sebab perempuan itu akan lupa pada sedihnya.

Maka Seungcheol semakin memupuk tekad di benaknya untuk menghapus semua kelabu itu. Meski harus menggunakan kepalan tangannya.

Mingyu should be regret for leaving you today.

Melihat pria dengan rambut pirang yang ditata sedemikian rupa itu tersenyum hingga menunjukkan lesung di pipi, membukakan pintu yang entah sudah berapa kali dirasakan di saat seharusnya kekasihnya yang melakukan ini, sekali lagi Jina akui bahwa dirinya kembali luluh.

Sekali lagi, Jina biarkan Seungcheol melangkah masuk melewati batasan yang sudah mati-matian dia gariskan, untuk membuatnya lagi dan lagi kalah dalam bertahan pada pendiriannya.