Ellana, dan.....
“Pokoknya ini buat aku!”
Kalandra mendengkus terlebih Ellana mengangkat tangan yang memegang foto itu tinggi-tinggi—yang sesungguhnya hanya melewati sedikit puncak kepala Kalandra.
“Mau buat apa?”
“Emang harus punya alasan buat apa? Kalau cuma mau aku simpen aja nggak boleh?”
“Boleh, Ellana,” tapi Kalandra merangsek maju yang kontan sekali membuat sang nona mundur. “Aku cuma mau tahu kenapa kamu lebih suka foto aku waktu lagi tidur daripada yang lain.”
Ellana mulai menjinjit, merasa kalau Kalandra hendak mengambilnya dari tangannya padahal pria itu sepenuhnya menaruh atensi ke matanya.
“Soalnya kamu di sini lucu.”
Hanya dengan begitu, wajah Ellana memerah. Apalagi Kalandra tersenyum bagai ingin mendengar alasannya lebih banyak.
“Di foto itu aja?”
“Iya. Kalau sekarang kamu nggak pernah jadi lucu.”
“Soalnya udah ada kamu yang lucu.”
“Ish! Apa hubungannya sama a—”
Berubah menjadi pekikan atas tubuh Ellana limbung berkat kakinya yang berusaha mengambil langkah mundur terantuk tepi tempat tidur.
Membuatnya terjatuh bersama Kalandra yang berniat menyelamatkan. Di mana satu tangan besarnya sudah melindungi kepala juga punggung kecil Ellana, sementara tangan lainnya menahan beban tubuhnya sendiri agar tidak menindih sang nona.
Pada keadaan mereka yang berubah teramat dekat, hening pun mengudara mengiringi keterkejutan mereka—mungkin hanya Ellana..., sebab gadis itu sertamerta mengerjap panik menyaksikan Kalandra di atasnya merubah cara pandangnya dan di situlah jantungnya mulai berdegup cepat.
Sebab tak lama, Kalandra merunduk mendekat, merasakan jarak wajah mereka kehilangan ruang udara dan Ellana memperkirakan mereka akan bersentuhan sedikit lagi sehingga dia lekas mengantisipasi.
“Kenapa tutup mata?”
Sontak saja Ellana mengakhiri pejamannya, mengerjap cepat dan bisa Ellana rasakan pipinya memanas mendapati senyum penuh arti dari Kalandra di atasnya. Atau mungkin lebih tepatnya, sedang menahan tawa atas tingkahnya saat ini.
Tapi bukannya menghindar, wajah cemberut Ellana malah terbit. Tidak sepenuhnya menyadari kalau reaksinya saat ini menimbulkan level kegemasan yang terlalu cepat melonjak naik. Kalau tindakannya setelah ini justru mungkin akan semakin membahayakan mereka.
“Kirain mau cium....”
Menghantam keras Kalandra lalu runtuh begitu saja niat mulanya yang hanya ingin menjahili. Berganti animo yang terlalu keras mendorong akalnya untuk terjun bebas ke bawah sadar, berganti rasa ingin yang menyembur kuat hingga kini Kalandra kembali merunduk menuju sang nona. Hingga hidung mereka sungguh bersentuhan. Bersinggungan.
“Di mana?”
Menimbulkan efek melilit di perut Ellana, sampai-sampai dia tidak sadar bahwa tangannya yang masih memegangi potret Kalandra tertidur itu mengepal. Mencoba menahan dorongan yang timbul di benaknya namun sepertinya gagal.
Sebab Ellana dan impulsifnya lebih cepat mengambil keputusan untuk mencium Kalandra terlebih dahulu, tepat di bibirnya.
—:)