Ellana, dan pengaduannya

✎__Mingyu as Kalandra, The Bodyguard

•••

“Katanya sushinya udah habis?”

Bukan hanya pipi yang mengembung oleh satu potong lagi sushi salmon yang masuk ke dalam mulutnya, tetapi juga mulut yang masih aktif mengunyah itu tunjukkan cemberutnya sebagai sambutan untuk Kalandra.

“Enak, tau!”

Enak, sampai Ellana tidak bisa berhenti mengambilnya. Mau bagaimana lagi? Kalau disuguhkan segudang sushi pun sepertinya Ellana akan sanggup-sanggup saja menghabiskannya dalam waktu semalam.

Dan Ellana yang selalu antusias dengan makanan kesukaannya, merupakan pemandangan menggemaskan di mata Kalandra sehingga begitu saja ibu jarinya tak lagi menahan diri; mengusap bibir yang dijejaki sisa shoyu dari santapan yang baru saja masuk, barulah dia ambilkan beberapa lembar tisu untuk sang nona.

“Papa mana?”

Ellana bertanya di bawah usapan tisu dari tangan Kalandra, kerjapan matanya terlalu mencolok tunjukkan betapa dirinya tidak punya ide kalau sebenarnya dia sedang tersesat kalau saja Kalandra tidak menemukannya.

“Papa kamu udah ke hall di lantai bawah. Pertemuan sama koleganya di sana.”

“Ish, terus aku ditinggalin di sini?”

“Biar kamu bisa makan sushi sepuasnya.”

Ellana menunjukkan cengirannya sebelum berjinjit untuk berbisik di dekat telinga Kalandra, “Aku udah ambil 18 potong. Nggak dimarahin, kan?”

“Yang ada kamu nambah-nambahin kerjaan chef-nya.”

Toyoran kecil di kening Ellana datang dari telunjuk Kalandra. Membuatnya kembali tunjukkan cemberut sementara Kalandra lekas tunjukkan senyum mengapresiasi untuk chef khusus yang memang ditugaskan membuat sushi secara langsung.

Bukan suatu hal mengejutkan lagi kalau acara besar awal tahun di sini selalu menyajikan pesta megah dan mewah. Setidaknya suguhan yang satu ini berhasil menggerakkan Ellana untuk keluar dari kamar dan mau bertemu sapa dengan orang-orang yang dikatakan kenalan papanya walau harus berakhir dengan kesan tidak menyenangkan.

“Itu,” Ellana dengan yakin menunjuk seseorang yang berjarak beberapa meja dari tempatnya berdiri, “Orang yang ngerobekin baju aku,” lalu Ellana menunjukkan gaun merah muda pudarnya yang sudah tertoreh sobekan cukup besar di bagian pinggang sampai ke bawah pinggulnya.

Dengan santainya, Ellana memberi lihat betapa sobekan itu berhasil menunjukkan kulit putih pucatnya sampai dalaman berwarna senada. Tanpa dia sadari kalau itu memancing kekesalan Kalandra sehingga tanpa banyak berpikir dia lepaskan jas hitam formalnya untuk disampirkan ke pundak kecil Ellana yang terbuka, menutupi aurat yang tak semestinya diperlihatkan apalagi padanya itu.

“Padahal baru kali ini aku pesen khusus ke Tante Nesya buat hari ini. Tapi malah dirusakin sama orang jelek!” dumal Ellana. “Dia selengkat kaki aku jadinya aku jatuh terus sobek kayak gini. Tapi kayaknya aku mulai gendutan karena gaunnya jadi gampang sobek, ya?”

Kalandra masih terdiam. Mengamati bagaimana ekspresi Ellana berubah-ubah. Dari kesal, lalu bingung, lalu berubah kesal lagi, lalu sedikit merenung, hanya kerjapan matanya yang tidak sedikitpun mengubah keluguannya di tiap menuturkan aduannya pada Kalandra.

“Kamu kebanyakan makan sushi.”

“Ish!” Ellana dan raut cemberutnya pun tidak berubah. “Kalau gitu habis ini aku makan sashimi aja!”

Bahkan, sampai Kalandra sudah dibuat campur aduk oleh tingkahnya, Ellana masih dengan mudahnya menggamit lengan Kalandra untuk mengajaknya pergi.

Satu gelas minuman soda merah Kalandra ambil ketika Ellana memilih mengambil air putih. Kalau gadis itu meneguknya sampai habis, Kalandra tidak menyesapnya sedikitpun. Karena sesungguhnya, dia gunakan itu sebagai alibinya untuk menendang kaki laki-laki yang sangat kebetulan melewatinya, membuatnya tersandung bahkan jatuh secara memalukan sampai minuman di tangannya jatuh menumpahinya.

Are you okay?” dan Kalandra menambahkannya dengan minuman soda merah di tangannya yang terulur, menyirami wajah yang dia terka berusia tak jauh darinya. “Sorry, I didn't realize my hands were not enough to give a help.

The hell!!” tentu saja, dia marah bukan kepalang. Merah padam tanda malu langsung menyebar di muka ketimurannya. Dia berdiri dalam keadaan sudah berantakan, berlaga garang. “Are you nuts?! You did it on purpose!!

Did I? I thought I was just walking past you then you suddenly fell.

What a bullshit! I know that you tripped me, asshole!!

Oh, sampai di sini, Kalandra mulai mengerti jenis watak yang tertanam dalam diri laki-laki ini. Menjadi bahan bakar kemarahannya lantaran Ellana harus merasakan sikap kasarnya sebelum ini.

And I know you tripped her until her special dress is not feasible for worn again.” Kalandra membalas dengan tenang namun, memperingati, “You should apologize to her.

Laki-laki itu terbahak, menarik perhatian lebih banyak pengunjung pesta di tempat ini sampai desas-desus mulai terdengar. Sontak saja, umpatan yang Kalandra kenali asalnya itu melantun cepat bersama ayunan tangan yang secara mengejutkan pula, berhasil Kalandra tangkap. Lalu satu tangan lainnya dengan mulus dia lepaskan dari genggaman Ellana untuk selangkah lebih maju mengambil ancang-ancang, ketika dia lebih dulu memuntir kencang kepalan tangan laki-laki itu agar dia kunci dengan kuat di punggung yang tidak terlihat kebugarannya itu sampai empunya memekik kesakitan.

“Menurut lo, gimana reaksi bokap lo kalau tahu anaknya habis ngelecehin anak dari koleganya di sini?” Kalandra bertanya di dekat telinga laki-laki itu, mengejutkannya kalau ternyata dia sudah tahu siapa dia sebenarnya.

“G-gue cuma nyapa dia! Gue nggak ngapa-ngapain!”

“Jadi lo mau bilang kalau dia bohong?”

“Enggak! Gue yang bohong! Gue udah insult dia! Gue bikin dia jatuh karena udah nolak ajakan gue tadi! Gue minta maaf!”

“Minta maafnya ke dia.”

Lalu Kalandra menarik laki-laki itu agar menghadap langsung pada Ellana yang sudah tercenung. Tidak mengira bahwa Kalandra berhasil membuat laki-laki yang sebelumnya tampak teramat pongah itu kini menciut seperti tikus terjepit perangkap.

“M-maaf! Maaf!”

“Yang benar.”

“Iya, maaf! Maafin gue, ya? Maaf karena udah buat lo jatuh tadi.”

Alih-alih membalas, Ellana memilih mundur lantaran sudah kepalang kesal hanya dengan melihat wajah yang kini sengaja dibuat memelas. Tahu jenis reaksi itu, maka Kalandra jauhkan laki-laki itu dari hadapannya sebelum dia lepaskan dalam satu sentakan keras, lalu memposisikan dirinya melindungi Ellana seraya membetulkan kemeja putihnya yang sudah terkena bercak soda dari aksinya tadi.

“Nggak semua orang bisa lo perlakuan seenaknya hanya karena lo merasa punya kuasa atas nama bokap lo.” Kalandra membuat jeda untuk melangkah maju, yang mana dia harus menahan untuk tidak merotasikan matanya melihat laki-laki itu sontak mundur menciut, “Ubah sikap kurang ajar lo itu sebelum bokap lo sendiri yang bikin lo nggak bisa apa-apa nanti.”

Barulah Kalandra mundur, meraih tangan Ellana untuk mengajaknya pergi dari kekacauan yang ternyata sudah menjadi pusat perhatian seluruh tamu di ballroom ini.

Namun, secara mengejutkan Ellana kembali hanya demi menendang tulang kering laki-laki itu sampai terdengar erang kesakitan menggema.

“Buat kamu yang udah ngerobekin baju aku. Ini bikinnya susah, tau! Harganya bahkan lebih mahal dari baju kamu!”

Barulah Ellana berbalik pagi dengan kaki menghentak-hentak, kali ini dialah yang menggenggam tangan Kalandra, menariknya keluar dari tempat ini diiringi desas-desus para saksi yang terpukau atas insiden tersebut.

“Tahu dari mana kalau baju dia enggak lebih mahal dari kamu?”

Barulah Kalandra bersuara mencairkan suasana setelah berhasil keluar dari sana, mengambil alih tangan Ellana agar tidak lagi terburu-buru.

“Aku tahu merk-nya. Harganya sekitar 12 juta. Tapi kelihatan norak di dia. Papa malah jauh lebih keren.”

Jawaban yang masih bersungut-sungut itu malah sedikit menghibur Kalandra. Butuh waktu bagi Ellana untuk bisa menenangkan diri, dan Kalandra memaklumi itu.

“Kalau punya kamu?”

“Dua puluh,” tapi itu bukan lagi suatu kebanggaan bagi Ellana. “Gara-gara dia, aku jadi cuma bisa pake sekali. Padahal Tante Nesya udah susah-susah bikinnya.”

“Nanti kita konsultasi ke Tante Nesya. Siapa tahu bisa dibetulin.”

Hanya dengan begitu, suasana hati Ellana nampak berubah. Seakan-akan yang disesalinya itu sudah berlalu dengan berkata, “Nanti jadi ke akuarium, kan?”

Namun, Kalandra anggap itu hal melegakan sebab nonanya tidak perlu berlama-lama berkutat dengan kemarahannya.

“Iya, jadi.”

“Habis itu ke museum es krim!”

“Iya.”

“Besok ke Universal Studio, ya!”

“Kalau kamu nggak capek.”

“Nggak bakal capek!”

Dan segala celotehan Ellana di tiap langkahnya yang sudah Kalandra tanggapi dengan senyuman, adalah pemandangan yang tanpa mereka tahu akan ditangkap oleh mata jeli Rajendra.

Bagaimana putrinya itu berlari-lari kecil mengikuti helaan genggaman Kalandra disertai ocehan yang samar-samar terdengar dari tempatnya muncul melalui eskalator, bagaimana Kalandra menekan tombol elevator lalu mengajak putrinya masuk masih disertai tingkahnya yang menakjubkan, adalah adegan yang tidak disangka akan menbuat Rajendra tersenyum di sela obrolannya bersama para kolega.

Setidaknya, Rajendra semakin yakin bahwa putrinya sudah berada di genggaman yang tepat.

Walau beliau belum tahu kalau di balik pintu elevator yang mulai membawa kedua muda-mudi itu kembali ke tempat semula, masih ada Ellana dengan kejutan yang terkadang masih perlu Kalandra adaptasikan.

“Kalan, aku udah bilang ke Tante Nesya biar nanti bikinin aku baju pengantin.”

— :)