F××k your boyfriend

from

Until You Breakup

⚠️ harsh words ⚠️

•••

Sesungguhnya Jina kesal, ingin meledak marah juga, tetapi begitu melihat wajah yang sudah menghantui hari-harinya itu dipenuhi lebam hingga berdarah, amarah Jina justru berbalik menjadi kecemasan.

“Kamu jangan cari gara-gara terus tuh nggak bisa, ya?”

Intonasinya pun meninggi di sela tangan- tangannya bergerak lincah mengeluarkan peralatan berobat. Sedangkan yang dimarahi hanya mendengus santai sembari menyamankan diri di sofa kecil ini. Seakan babak belur di wajahnya bukanlah masalah.

“Kalau urusannya sama lo, emang guenya demen cari gara-gara.”

Jina lemparkan delikan tajamnya pada Seungcheol yang tersenyum tanpa dosa. Padahal ujung bibirnya sudah tercetak darah menggumpal, menegaskan hidungnya yang pasti sempat mengalirkan darah pula sampai menyisakan jejak di philtrum-nya. Memetak jelas betapa kerasnya dia dipukuli sebelum ini.

“Kalau nggak jago tuh nggak usah sok ngajak berantem. Babak belur baru tau rasa, kan!”

“Gue jago berantem. Cuma tadi sengaja ngalah dikit aja. Biar gue ada alibi buat minta lo obatin.” Seungcheol tertawa sejenak melihat kejengkelan semakin terpetak di wajah cantik itu. “Bercanda. Emang gue sama mantan lo demen main pukul aja buat selesaikan masalah.”

“Mingyu nggak suka mukul. Kamunya aja yang mancing emosi terus. Dan lagi, dia bukan mantan aku.”

“Tapi kalian udah putus.”

Jina di sela membubuhi antiseptik pada lebam di pipi Seungcheol harus menahan diri agar tidak meledakkan amarah sungguhan.

“Aku nggak putus sama dia. Cuma lagi take a break sebentar.”

“Sama aja.”

“Kamu bikin ulah apa lagi sampai dia mukulin kamu kayak gini?”

“Gue boleh cerita?”

“Kamu udah janji mau cerita, kan? Kalau itu buat aku tahu alasan kamu sama Mingyu sampai begini, apalagi ada kaitannya sama aku, ya aku perlu dengar.”

Jina tidak mendengar Seungcheol langsung bercerita. Di mana itu dimanfaatkan olehnya untuk mengambil kapas baru juga obat merah.

“Lo nggak bisa lepasin Mingyu gitu aja?”

Kini Jina menghela napas lelah. Sungguh, dia tidak pernah mau berada di posisi seperti ini. Berhadapan dengan seorang Choi Seungcheol yang sudah terlalu mengganggu ketenangan batinnya terlebih hubungannya dengan Kim Mingyu semakin mengacaukan pikirannya.

Dia sungguh tidak mengerti. Kenapa pria ini masih mengharapkan dirinya di saat dia sendiri tidak mampu menjaga keharmonisan hubungan yang sudah berjalan hitungan tahun bersama Mingyu?

“Aku sayang sama Mingyu.”

“Dia udah nggak sayang sama lo.”

“Kamu bukan dia dan kamu nggak tahu perasaan dia.”

“Tapi sebagai sesama cowok, gue tau kalau dia udah nggak sayang sama lo.”

“Kalau kamu bilang begini cuma buat cuci otak aku, lebih baik kamu keluar.”

Bukannya merasa bersalah, Seungcheol malah meraih tangan Jina yang masih memegangi gumpalan kapas untuk dibawa ke dekat wajahnya. “Obatin dulu, baru gue keluar.”

Jina tidak mengerti. Dia merasakan sendiri betapa hatinya bersikeras menolak kehadiran Seungcheol. Namun pria ini selalu memiliki cara untuk bertahan di dekatnya dan berujung dengan dirinya mengalah.

Entah karena nuraninya yang terlalu mudah bersimpati atau nalurinya yang terlalu menganggap bahwa Seungcheol bukanlah ancaman di saat pria itu selalu merecokinya.

“Harusnya gue senang waktu tau lo break sama dia. Tapi gue malah marah.”

Setelah beberapa saat hening mengudara, Seungcheol memecahnya dengan suara tenang yang diam-diam membuat Jina meremang.

“Gue marah karena dia nggak bisa jagain lo dengan baik. Dia yang selalu ngelupain janji sama lo, lebih peduli sama geng motorannya, bahkan seenaknya boncengin teman ceweknya karena alasan masih satu kawanan.”

“Karena dia memang punya alasan jadi kamu nggak perlu marah.”

“Kalau gue udah punya pacar, gue nggak akan pernah mau ngasih jok belakang motor gue buat sembarang orang selain cewek gue sendiri atau karena kepepet.”

“Mingyu bukan kamu.”

Well yeah, because he is a dumb man who can't set boundaries. While I will only be protective of myself and my girlfriend. No matter how it will look annoying to others.

Kembali Jina menghela napas dalam. Matanya berpaku pada milik Seungcheol yang selalu menatapnya intens terlebih ketika jarak mereka sedang sedekat ini.

“Kamu berteman sama dia, tapi kenapa kamu selalu bicarain hal buruk soal dia ke aku?”

“Supaya lo sadar kalau cowok lo itu bukan lagi sosok yang bisa lo pertahanin.”

“Aku tau gimana dia dan semua ini cuma karena kita lagi sama-sama capek. Kamu terlalu banyak berasumsi.”

“Jina,” mulut Seungcheol yang sudah siap membuka wicara tertahan, sejenak dia memalingkan pandangan hanya untuk mendengus menyertai seringai kecil sebelum menggumam, “Kalau gue udah nggak tau diri, gue udah bongkarin semua kesalahan dia ke lo selama ini.”

Jina tidak nyaman dengan ini. Bukan karena ucapan Seungcheol yang sudah terlalu menjatuhkan Mingyu, melainkan perasaannya yang justru ingin pria itu menjadi tidak tahu diri. Jina tahu dia sudah gila atas pikirannya sendiri.

Sejujurnya Jina terus mempertanyakan dirinya yang masih berusaha mempertahankan hubungannya dengan Mingyu. Ketika dia memutuskan untuk mengambil jeda, dia tahu bahwa itu tetaplah sebuah opsi salah. Sebab dia tidak yakin apakah setelah ini keadaan akan kembali membaik hanya dengan berisitirahat sejenak tanpa adanya sebuah penyelesaian.

Sejujurnya pun dia tahu, bahwa keadaannya dengan Mingyu sudah tidak sebaik dulu lantaran hanya diisi cekcok hingga sentimentalnya semakin menjemukan harmonisasi mereka berdua. Lantas apa yang ingin dia pertahankan, sebenarnya?

“Aku lebih nggak ngerti sama kamu. Kenapa kamu masih bertahan di sini di saat aku udah berkali-kali nyuruh kamu menjauh?”

Menjadi giliran Seungcheol menghela napas dalam untuk diembuskan cepat. Wajah penuh luka itu tidak menyurutkan aura tegas dan menghanyutkan yang selalu mengusik Jina tiap kali mereka seperti ini.

“Nggak ada alasan kuat selain karena gue suka sama lo.”

“Tapi aku udah punya pacar. Aku punya Mingyu dan dia bahkan teman dekat kamu.”

“Justru karena itu, gue makin nggak bisa mundur. Saingan gue cuma pacar lo, terlebih gue tau gimana brengseknya pacar lo itu.”

“Seungcheol,” Jina mengesah frustasi, “kamu cuma bikin semuanya jadi makin rumit....”

“Nggak akan jadi rumit kalau lo sendiri nggak berusaha tetap bertahan di saat tali lo udah mau putus. Gue udah pernah bilang, kalau gue ada di sini buat nyadarin lo. Dan gue juga bersedia jadi pelampiasan supaya lo bisa lepas dari hubungan yang udah rusak ini.”

Lagi, Jina menarik dirinya untuk mundur. Berusaha menjauh dari batasan yang nyaris diinjaknya demi menjaga hatinya yang kembali digoyahkan.

Tapi Seungcheol memutuskan untuk tidak lagi diam memerhatikan bagaimana perempuan ini mencoba kembali terjebak dalam kekangan.

Persetan dengan batasan.

Maka dia kembali meraih tangan Jina, melakukan apa yang selama ini mati-matian dia tahan; menarik Jina keluar dari zona yang sesungguhnya tidak lagi nyaman dan membawa perempuan ini masuk ke dalam genggamannya.

Fvck your boyfriend. I just want you and I'm gonna do anything to stop you from this damn suffer.