Kalandra, dan kegegabahan Ellana
✎__Mingyu as Kalandra, The Bodyguard - Pt.29
cw // kissing
•••
“Kamu masih kurus.”
Kalandra tengah merapikan meja belajarnya ketika komentar Ellana memenuhi sunyi kamar ini. Selesai memenuhi rasa lapar, Ellana kini sudah duduk manis di tepi tempat tidurnya sembari membuka lembar demi lembar album foto masa sekolahnya. Memenuhi rasa penasarannya sejak mulai meneliti isi kamar Kalandra di langkah pertama.
“Aku belum suka olahraga waktu itu.”
“Sekarang jadi suka makanya jadi gede.”
“Biar bisa jagain kamu.”
Di sela itu, Kalandra lihat Ellana mengerucutkan bibirnya seraya mengangguk-angguk lucu. Kaki-kakinya yang menggantung di tepi tempat tidur Kalandra sempatkan terayun kecil kala membuka halaman berikutnya album tersebut.
“Kamu ikut banyak ekskul, ya?”
“Cuma pernah ikut futsal sama basket.”
“Pasti fans-nya ada banyak.”
Kalandra tersenyum saja. Ellana juga sedang tidak di dalam membutuhkan jawaban pasti sebab ia lebih sibuk mengamati potret demi potret Kalandra di masa SMA-nya.
Ada banyak sekali kenangan Kalandra yang diabadikan bersama teman-temannya. Bisa Ellana simpulkan bahwa Kalandra pastilah seorang laki-laki yang pandai bergaul dan senang mencari tempat baru untuk nongkrong. Sebagaimana dengan Ellana lihat di kedua tangannya kini.
“Kamu punya pacar?”
“Kamu.”
Jawaban asal Kalandra berhasil menggerakkan Ellana untuk tunjukkan wajah merengut lucunya. “Ish, bukan sekarang! Tapi dulu!”
Bersama senyumnya, Kalandra buka album foto kenangan sekolah yang masih bertengger manis di samping Ellana. Menunjukkan salah satu profil seorang siswi yang langsung Ellana mengerti.
Cantik juga….
Sedikit mengejutkan bagi Kalandra bahwa Ellana tidak berkomentar banyak. Gadis itu hanya sebatas mengagumi, melihat potret lainnya hanya untuk mengenal rupa gadis yang pernah menjalin hubungan dengan Kalandra di bangku sekolahnya. Lalu Ellana menutup kembali album foto itu layaknya bukan suatu masalah.
Ellana tidak merajuk, tidak menanyakan hal jauh yang sudah Kalandra siapkan kalau-kalau diperlukan, tidak tunjukkan bahwa dia terganggu dengan itu dan reaksinya yang begitu tenang cukuplah menakjubkan.
“Ini waktu kapan?”
Dan sedikit mengejutkan bagi Kalandra bahwa Ellana lebih tertarik dengan potret dirinya yang tengah tertidur saat sedang berkumpul dengan teman-temannya.
“Waktu lagi kerja kelompok di rumah teman. Akunya ketiduran.”
“Kamu nggak marah difotoin kayak gini?”
“Marah. Tapi akhirnya aku simpan karena buat kenang-kenangan.”
“Kerja kelompoknya seru ya, sampai kamu nyaman ketiduran?”
“Aku kecapekan karena waktu itu baru selesai tanding futsal. Kayaknya aku juga kurang tidur karena habis kerjain tugas lain.”
Ellana mengangguk sekali. Lalu dengan mata yang mengerjap polos namun memancarkan antusias diam-diam, Ellana berkata, “Aku boleh simpen?”
Di mana seketika Kalandra memiringkan kepala disertai senyum separuh. Satu tangannya yang baru saja mengembalikan album foto lainnya ke tempat semula kini masuk ke dalam saku celana.
“Dari sekian banyak foto aku di situ kenapa yang kamu mau malah itu?”
“Aku maunya ini.” Ellana sudah mengeluarkan foto tersebut untuk diacungkan ke hadapan Kalandra, bersama senyum lugu yang tanpa Kalandra duga akan terlalu menggemaskan. “Boleh, ya?”
“Itu termasuk foto jelek aku.”
“Iya. Pokoknya ini buat aku!”
Kalandra mendengkus mendengar nada antusias Ellana. Terlebih kemudian Ellana berdiri untuk mengangkat tangan yang memegang foto itu tinggi-tinggi - yang sesungguhnya hanya melewati sedikit puncak kepala Kalandra.
“Mau buat apa?”
“Emang harus punya alasan buat apa? Kalau cuma mau aku simpen aja nggak boleh?”
“Boleh, Ellana,” tapi Kalandra merangsek maju yang kontan sekali membuat sang nona mundur. “Aku cuma mau tahu kenapa kamu lebih suka foto aku waktu lagi tidur daripada yang lain.”
Ellana mulai menjinjit, merasa kalau Kalandra hendak mengambilnya dari tangannya padahal pria itu sepenuhnya menaruh atensi ke matanya.
“Soalnya kamu di sini lucu.”
Hanya dengan begitu, wajah Ellana memerah. Apalagi Kalandra tersenyum bagai ingin mendengar alasan jujurnya lebih banyak.
“Di foto itu aja?”
“Iya. Yang lainnya jelek.”
“Sekarang masih jelek?”
“Lebih jelek lagi!”
Kalandra selalu tahu makna ucapan Ellana yang selalu berarti sebaliknya. Karenanya Kalandra hadiahi kekehan kecil tanda dirinya begitu terhibur.
“Boleh, ya? Harus boleh. Aku cuma minta ini. Nggak minta yang lain. Soalnya kamu nggak pernah lucu kayak gini.”
“Soalnya sekarang lucunya udah pindah ke kamu.”
“Ish! Apa hubungannya sama a - ”
Berubah menjadi pekikan atas tubuh Ellana limbung berkat kakinya yang berusaha mengambil langkah mundur terantuk tepi tempat tidur.
Membuatnya terjatuh bersama Kalandra yang berniat menyelamatkan. Di mana satu tangan besarnya sudah melindungi kepala juga punggung kecil Ellana, sementara tangan lainnya menahan beban tubuhnya sendiri agar tidak menindih sang nona.
Pada keadaan mereka yang berubah teramat dekat, hening pun mengudara mengiringi keterkejutan mereka - mungkin hanya Ellana…, sebab gadis itu sertamerta mengerjap panik menyaksikan Kalandra di atasnya merubah cara pandangnya dan di situlah jantungnya mulai berdegup cepat.
Sebab tak lama, Kalandra merunduk mendekat, merasakan jarak wajah mereka kehilangan ruang udara dan Ellana memperkirakan mereka akan bersentuhan sedikit lagi sehingga dia lekas mengantisipasi.
“Kenapa tutup mata?”
Sontak saja Ellana mengakhiri pejamannya, mengerjap cepat dan bisa Ellana rasakan pipinya memanas mendapati senyum penuh arti dari Kalandra di atasnya. Atau mungkin lebih tepatnya, sedang menahan tawa atas tingkahnya saat ini.
Tapi bukannya menghindar, wajah cemberut Ellana malah terbit. Tidak sepenuhnya menyadari kalau reaksinya saat ini menimbulkan level kegemasan yang terlalu cepat melonjak naik di benak Kalandra.
Kalau tindakannya setelah ini justru mungkin akan semakin membahayakan mereka.
“Kirain mau cium….”
Menghantam keras Kalandra lalu runtuh begitu saja niat mulanya yang hanya ingin menjahili.
Berganti animo yang terlalu keras mendorong akalnya untuk terjun bebas ke bawah sadar, berganti rasa ingin hingga kini Kalandra kembali merunduk menuju sang nona. Hingga hidung mereka sungguh bersentuhan. Bersinggungan.
“Di mana?”
Menimbulkan efek melilit di perut Ellana, sampai-sampai dia tidak sadar bahwa tangannya yang masih memegangi potret Kalandra tertidur itu mengepal. Mencoba menahan dorongan yang timbul di benaknya namun sepertinya gagal.
Sebab Ellana dan impulsifnya lebih cepat mengambil keputusan untuk mencium Kalandra terlebih dahulu, tepat di bibirnya.
Ellana masihlah menjadi Ellana yang suka gegabah. Tidak memikirkan sebab-akibat dari tindakannya yang kali ini terlalu sulit untuk Kalandra tangani. Terlalu sulit bagi Kalandra untuk menarik diri ketika dia rasakan sendiri bagaimana sentuhan Ellana begitu yakin sekaligus ceroboh.
Maka Kalandra kembali meraih sisi kepala Ellana, untuk dia bimbing kembali menyentuh empuknya bantal, membersamai bibirnya yang mulai mengecupi birai kecil Ellana secara hati-hati. Sebagaimana elusan jemarinya yang mengagumi halusnya pipi Ellana hingga sekejap senyum hadir di sela kecup lembutnya.
Merasakan Ellana menerima perlakuannya dengan memberi balasan kecil yang Kalandra tahu bahwa masih terlalu malu bagi Ellana mengakuinya.
Namun Kalandra tahu bahwa dia akan disalahkan bila terlalu mengikuti kata hatinya. Maka dia lekas akhiri untuk melihat Ellananya yang sudah berhiaskan rona padam di pipinya. Untuk sekali lagi Kalandra tertawa tanpa suara menyaksikan betapa Ellana lagi dan lagi memancing batas kendalinya.
“Nakal banget,” walau bermaksud memarahi, Kalandra lakukan disertakan usapan kecil ibu jarinya di sudut bibir nonanya. “Jangan seenaknya kayak gitu, Ellana. Nanti kalau aku lepas kontrol lagi, aku nggak bisa jamin kamu masih baik-baik aja.”
Ellana dengan raut tersipunya, mengerucutkan bibir tanda tidak ingin mendengar. “Tapi kan tadi kamu duluan yang mancing.”
“Oh, ya?”
“Iya! Siapa suruh nanya aku mau dicium di mana. Ya udah aku kasih tahu!”
Mengundang kekeh geli Kalandra hingga begitu saja ia mengusak gemas sisi kepala Ellana. Mengagumi bagaimana gadis yang selalu dia janjikan untuk terus dia jaga ini justru begitu nyaman di kungkungannya.
“Iya, maaf.”
Sehingga sedikit demi sedikit meruntuhkan pertahanan Kalandra atas rasa ingin tahu Ellana yang terlalu besar untuk Kalandra taklukkan.
“Setelah ini jaga diri kamu dari aku, ya.”
Maka Kalandra perlu beri tahu Ellananya.
“Kalau cuma aku yang jagain kamu dari ini, aku takut nggak sanggup.”
Agar Ellana sekali lagi mengerti.
“Karena aku takut nggak bisa jamin kamu masih mau tidur di sini kalau aku benar-benar lepas kendali nanti.”
Sebab bagaimanapun juga, Kalandra tetaplah laki-laki yang tidak ingin menyakiti Ellananya hanya karena dia terlalu menginginkannya.
- :)