Pantangan
from
Kalandra, the Bodyguard
•••
Ellana lupa kalau Kalandra bukanlah pria yang mudah mengalah sekeras apapun dia melawan.
Sekalipun dirinya sedang jatuh sakit seperti ini, Kalandra tetaplah menjadi pria menyebalkan yang tidak akan mendengar rengekannya dan malah berbalik menantangnya dengan raut yang ingin sekali Ellana tenggelamkan bila mampu.
“Habisin.”
Dan Ellana harus menahan marah melihat bagaimana Kalandra duduk bersedekap seakan menunggu dirinya melahap lima boks sushi yang tertumpuk di hadapannya.
“Aku nggak serakus ini buat habisin semuanya dalam sekali makan!”
“Kamu udah susah makan dari kemarin karena terus ngeluh nggak suka makan bubur. Sekarang isi perut radang kamu itu pakai sushi kesukaan kamu.”
Ellana merasa disudutkan seketika. Dia sadar bahwa penyebab gastritis-nya kambuh adalah pola makannya yang berantakan. Terlalu banyak mengonsumsi junk food sesuka hati ditambah dengan kesibukannya pada kegiatan kuliah yang mulai dia tekuni dengan serius. Dua hari lalu akhirnya dia harus dilarikan ke rumah sakit akibat demam tinggi.
Membuka satu boks, Ellana sudah yakin kalau nafsu makannya akan datang sekalipun lidahnya hanya menerima rasa pahit. Namun nyatanya, perut Ellana bergejolak tak nyaman seketika begitu satu santapan berhasil masuk ke mulutnya.
Tidak ada segarnya tuna, pun gurihnya salmon yang dibakar setengah matang, hingga sedapnya cream cheese yang selalu memanjakan mulut. Sebaliknya, Ellana harus menahan diri untuk tidak melepehkan makanan itu dari mulutnya.
Terlebih melihat Kalandra yang terus mengawasi dengan sorot tajam tanpa ekspresi itu lagi-lagi menciutkan nyali sekaligus memanjatkan emosi Ellana hingga terus saja dia melahap satu demi satu potongan sushi berlaga menikmatinya seperti biasa.
“Enak?”
Ellana mengangguk cepat. Sebelum sandiwaranya dipatahkan oleh tolakan di dalam perutnya dan begitu saja memuntahkan sisa kunyahan di mulutnya. Kalandra dengan kesigapannya mengambil kantung di bawah tempat tidur di saat tangan lainnya dibiarkan menampung muntahan Ellana lebih dulu.
Tangis tidak dapat terbendung melihat seluruh sushi yang sudah ditelannya kini keluar semua dengan menjijikkan. Tenggorokannya sakit luar biasa bersama napasnya berubah pendek-pendek. Kalau mau bicara soal seberapa malunya Ellana, dia sudah di tahap ingin ditelan bumi saja saat ini juga.
“Kamu masih punya pantangan karena lambung kamu belum bisa banyak terima makanan sekalipun itu cuma nasi sama ikan.”
Kalandra di sela mengusap mulut Ellana menggunakan tisu basah, berkata dengan tenangnya.
“Dokter bilang kalau untuk sementara waktu, kamu baru boleh makan makanan lembut. Jadi mau nggak mau, enak nggak enak, kamu cuma bisa makan bubur sama sup dulu.”
Ellana terisak di sela keengganannya menatap Kalandra yang kini tengah menuntunnya meneguk air putih. Membiarkan pria itu menyingkirkan boks sushi yang belum ada setengah habis bersama empat boks lainnya dari hadapan Ellana lalu mendengar kucuran air di kamar mandi.
“Sakitnya kamu bukan main-main. Kalau kamu bandel kayak gini, gimana mau sembuh? Kamu mau nginep di rumah sakit terus?”
Kalandra meraih dagu Ellana demi menyeka wajah gadis itu penuh telaten dengan handuk setengah basah. Menghapus air mata yang mengalir layaknya bayi merengek.
“Ini juga bukan pertama kali buat kamu. Jadi kalau nggak mau dengerin aku, seenggaknya dengerin kata dokter yang lebih tahu cara nanganin sakitnya kamu kayak biasanya.”
Sampai di sini, Ellana sadar bahwa tidak ada amarah keluar dari mulut Kalandra. Pria itu dengan kesabaran tak terduga justru menohok Ellana lebih telak hingga dia kembali menangis atas rasa bersalah sekaligus malu.
“Mau makan bubur...,” lirihnya di tengah tergugu. “Mau bubur aja ... nggak mau sushi lagi....”
Begitu saja usapan di kepala Ellana rasakan menyusul senampan bubur yang belum disentuh sama sekali olehnya itu datang.
“Suapin....”
Tanpa dia tahu bahwa Kalandra telah menunjukkan senyum kasihnya, mengiringi jemarinya merengkuh pipi si putri cengeng ini yang tetap akan menunjukkan manjanya sekalipun sudah dimarahi.
Dan tentu saja, Kalandra tidak akan menolak itu.
—