Punya aku

✎__Mingyu as Kalandra, The Bodyguard — Pt.19

. . .

Ellana tetaplah menjadi Ellana. Si putri manja yang tidak mau menjadi pihak yang menanggung beban sekalipun itu berada di pikirannya.

Mau dibilang nekat, Ellana memang pandai melakukannya. Mobil pribadinya sudah menjadi saksi sampai berkali-kali keluar-masuk bengkel, bukan?

Tapi setidaknya Ellana sudah sedikit belajar untuk tidak bertindak konyol. Maka kali ini dengan bantuan Pak Mario, Ellana berhasil menginjakkan kakinya di gedung apartemen tempat Kalandra tinggal.

“Selamat pagi, Nona Ellana! Lama sekali tidak kelihatan. Ada undangan dari Mas Kalandra, ya?”

Mungkin seluruh security dan staf di gedung apartemen ini sudah mengenal Ellana. Mungkin juga karena ada campur tangan dari Rajendra selaku salah satu pesero komplek bangunan ini, Ellana memiliki akses mudah untuk masuk bahkan ke dalam private pool milik apartemen ini yang berada di lantai sepuluh.

Garden yang amat luas di atas sini tidak hanya menerima terik matahari tetapi juga embus angin yang cukup kencang hingga Ellana perlu merapatkan skort selututnya. Melewati kolam ikan melalui konblok demi konblok bercelah yang justru membuatnya menggerutu lantaran baginya ini terlalu membahayakan.

Bagaimana jika kakinya terperosok pada celah-celah itu karena tidak perhatikan langkah dan sepatunya basah? Siapa yang memberi ide struktur prasarana seperti ini?

Dari lima kolam renang yang cukup ramai mengingat ini akhir pekan, Ellana yakin Kalandra berada di salah satu yang berlokasi sedikit lebih tinggi di tengah sana. Sebab itu adalah kolam terdalam dan biasanya lebih banyak dipakai orang dewasa.

Ellana berjongkok di tepinya, menunggu punggung bertelanjang yang langsung dikenalinya itu tengah meluncur mendekat dengan freestyle yang sudah amat mahir. Pantas saja tubuh jangkung berototnya itu semakin tinggi.

Bukannya berhenti, Kalandra di dalam air justru berbalik arah setelah menyentuh tepi dan menjauh lagi. Apa pria itu tidak melihat Ellana di sini?

“Kalan!!”

Teriakan nyaringnya tidak hanya mengundang perhatian pengunjung sekitar, tetapi juga Kalandra yang segera naik ke permukaan lalu terpana mendapati keberadaan sang nona. Segera saja dia mendekat sembari menyugar rambut basahnya itu yang malah membuat Ellana diam-diam terpesona.

“Ke sini sama siapa?”

“Pak Mario. Aku suruh dia langsung pulang. Jadi nanti kamu yang anterin aku pulang!”

Kalandra tak lagi menahan bibirnya agar tunjukkan senyum geli. Terlebih menyaksikan pipi Ellana memerah akibat terik matahari itu malah menambah kadar kegemasannya. Sepertinya Kalandra harus berterima kasih karena masih dalam keadaan basah agar tidak sembarang menyentuh nonanya ini.

“Kesal banget kayaknya karena mau aku tinggal? Sampai mau gigit segala.”

Tahu itu godaan, Ellana memasang wajah cemberutnya lalu mencipratkan air ke wajah Kalandra dengan kesal. “Kamu jelek!!”

Tawa kecil menjadi respons Kalandra hingga tanpa lagi dicegah, dia meraih tangan Ellana agar berhenti menyerang sebab gadis itu semakin mendekati kolam.

“Tunggu, ya? Aku ambil tiga putaran lagi.”

“Kalan, iih!”

Tapi rengekan khas Ellana, menyusul tangan yang meraih pundaknya hingga gerak reflek Kalandra kontan memeringati; agar berbalik dan langsung menahan gadis itu yang tanpa disadari nyaris tercebur, membawa Kalandra kembali menyentuh tepi kolam hanya demi memastikan nonanya tetap aman.

“Aku bilang tiga putaran lagi.”

“Lama!!”

“Siapa suruh datang kemari? Aku kan, udah kasih tahu nanti ke rumah.”

Kalandra tahu bahwa perkara ingin menggigitnya itu hanya alasan. Dan Ellana mungkin tidak akan mengakuinya. Tapi Kalandra tahu hanya dari raut wajah Ellana yang tengah menahan diri untuk tidak membalas ucapannya.

“Lusa aku udah pulang, Ellana. Tapi kalau kamu mau jalan-jalan dulu, aku bakal temani nanti.”

“Jalan-jalannya cuma sebentar. Nggak ada rasanya.”

Gerutuan Ellana berhasil membuat Kalandra terkekeh kecil. Dibawanya kedua lengan kekarnya itu ke tepi kolam, melipatnya di sana memudahkannya mendongak pada Ellana yang menunduk galau.

“Tahu, nggak? Papa kamu sampai protes ke aku karena kamu lebih sedih ditinggal aku daripada beliau. Aku dituduh udah terlalu banyak mencuri hati anaknya karena kamu sampai segininya.”

Ish…,” tentu Ellana merengut salah tingkah. “Papa mau pergi ke manapun pasti bakalan pulang ke rumah. Sedangkan kamu belum tentu ke rumah! Bisa aja pulangnya ke sini terus nggak balik lagi!”

“Karena rumah aku memang di sini. Aku cuma numpang di tempat kamu, Ellana.”

“Tapi kalau habis itu kamu beneran nggak balik, gimana?! Kalau tiba-tiba kamu beneran tinggal di Singapura terus aku dikirimin bodyguard baru lagi, gimana?!”

Kalandra tertegun sejenak atas ungkapan Ellana. Melihat wajah nonanya itu mulai emosional, Kalandra menebak bahwa sepertinya Ellana sudah mengetahuinya dari Rajendra.

“Aku belum tentu akan tinggal di sana, Ellana. Aku belum rencanakan apapun untuk itu karena aku mau fokus selesaikan belajar di sini dulu.”

“Tapi tetap aja kamu punya peluang buat bisa ke sana. Apalagi kalau Papa udah ikut bantuin kamu.”

“Beliau cuma mau kasih aku pengalaman baik. Ada atau enggaknya peluang itu aku nggak terlalu memikirkan dan nggak berharap sedikitpun. Lagipula aku masih menikmati bekerja sama papa kamu terlebih sama kamu. Aku juga nggak mau jauh-jauh dari kamu.”

Walau bibir cemberutnya tidak mereda, pipi Ellana semakin merona dan Kalandra dapat melihat itu. Sebelum akhirnya Ellana kembali menggayung air dari kolam untuk kembali mencipratkannya ke wajah Kalandra.

“Senyum kamu nyebelin!!” Ellana lantas berdiri untuk mundur. “Cepetan berenangnya! Udah makin panas!”

Kalandra pun menyelesaikan tiga putarannya di mana Ellana menunggu di salah satu sun lounger yang sempat ditunjuk pria itu. Selama itu, Ellana baru menyadari bahwa tempat ini lebih banyak diisi oleh kaum perempuan dengan pakaian renang unik-unik.

Mengingatkan Ellana bahwa dia sudah lama sekali tidak melakukan itu sehingga dia tidak punya koleksi semacam swimsuit terlebih dia tidak bisa berenang. Kolam renang di rumahnya bahkan hanya disentuh Rajendra saat sedang benar-benar libur saja.

Ketika Kalandra akhirnya keluar dari kolam, Ellana jelas menyaksikan pria itu hanya berbalut celana pendek sehingga terlihat sekali tubuh atletisnya mengalirkan sisa-sisa air. Ellana bertanya-tanya, bagaimana bisa pria itu membentuk tubuhnya sampai sebesar dan sekuat itu?

Ellana bahkan sudah memeluknya berkali-kali dan merasakan bagaimana dirinya menjadi semakin kecil bila sudah masuk ke dekapan seorang Kalandra….

Ketika sekali lagi Kalandra menyugar rambut basahnya, saat itu juga Ellana mendengar pekikan tertahan dari arah kirinya diiringi gumaman penuh memuji yang memang ditujukan pada pria ini.

Wah, ternyata ada yang sedang mengagumi bodyguard-nya ini, ya…?

Bahkan picingan sinis Ellana tidak menyurutkan gerombolan berisikan lima cewek genit itu untuk terkikik-kikik sembari terus membicarakan Kalandra yang sudah mengambil handuk di belakang Ellana.

“Aku ganti baju dulu. Mau tunggu di sini atau di gazebo dekat kafe sana?”

Bukannya menjawab, Ellana lebih memilih menunjukkan kekesalan pada Kalandra yang tengah mengeringkan tubuhnya.

“Body-nya keren banget. Six-pack tuh!”

“Cocok buat cover majalah men’s health gitu.”

“Ganteng banget pula. Kok, gue nggak nyadar punya tetangga secakep dia, ya? Room berapa ya dia?”

Ellana tahu bahwa Kalandra tidak bermaksud tebar pesona. Tapi Ellana tidak munafik bahwa Kalandra yang bertelanjang dada dan basah ini sangat amat mampu menggoda mata siapapun yang melihatnya.

Kenapa Kalandra harus punya badan sebagus ini sampai banyak yang mengaguminya seperti ini pula?!

“Kamu nyebelin banget!”

Kalandra di sela menggosok rambutnya, mendengus kecil atas ucapan kesal Ellana tiba-tiba. “Aku kenapa emangnya?”

Menjadi alasan Ellana untuk melampiaskan kekesalannya secara nyata; menggigit bahu telanjang Kalandra sehingga terdengar rintihan bercampur kaget milik Kalandra walau hanya sesaat.

Membiarkan Ellana berbuat sesuka hati atas kerja kerasnya hingga meninggalkan jejak yang untuk kali ini, tidak Ellana pusingkan selain menunjukkan keseriusannya pada Kalandra yang terperangah padanya.

Ini punya aku. Awas aja kamu umbar-umbar cuma buat pamer!”

Mengejutkan Kalandra untuk kesekian kalinya. Atas tindakan tak terduga Ellana yang tentu menakjubkan sehingga Kalandra melepas tawa. Merasa lucu juga bahagia mendengar kepemilikan itu.

“Aku cuma olahraga, Ellana.”

Kala satu tangannya mengusap kepala Ellana, Kalandra harus menahan diri untuk tidak mencium nonanya yang semakin menggemaskan ini mengingat di mana mereka sekarang.

“Kalau urusan pamer buat kamu aja. Soalnya cuma kamu yang aku bolehin pegang apalagi kamu gigit kayak barusan.”

Terlebih bibir cemberut yang baru saja menyentuh kulit bahunya itu, sudah cukup membuat Kalandra nyaris kehilangan kewarasannya.

Ini punya kamu. Aku cuma punya kamu.

— :)