Shortness of breath

✎__Dokyeom as Arthur, The Hidden Prince - Pt.17

—panel 3

. . .

Sudah sepantasnya aku mendapatkan penderitaan ini. Karena dengan begitu, aku dapat mengangkat kaki keluar dari lingkaran menyiksa itu secepatnya.

Tapi mengapa aku bernapas?

“Bella! Oh, thank Goodness!

Suara Bianca berdengung, kadang begitu dekat lalu menjauh. Seluruh indera di tubuhku layaknya bertubrukan sehingga aku merasa tidak karuan kala berusaha membuka mata.

Semakin kupaksa, rasa tak nyaman hadir menghantarkan perih di sekujur tubuhku. Sontak saja aku mengerang lemah, menimbulkan kesiap panik dari Bianca yang kemudian menggenggam tanganku.

“Bella, kau mendengarkanku?”

Butuh waktu bagiku untuk mencari ke mana suaraku menghilang, pun usaha yang teramat keras untuk melontarkan hingga napasku terengah terlalu cepat.

“A-apa—yang terjadi…?”

“Kau terluka karena menabrakkan mobilmu pada pagar garden kita. Apa kau lupa?”

Lagi, aku butuh waktu untuk mencari ingatanku yang mendadak hilang. Menabrak apa? Apakah aku terluka parah? Kenapa tubuhku sampai meraung-raung kesakitan terutama pada—

“Kau langsung tidak sadarkan diri dan berdarah cukup banyak. Aku tidak tahu haruskah aku bersyukur karena itu terjadi di toko kita atau merasa bersalah karena harus memecahkan kaca jendela demi menyelamatkanmu keluar.”

Aku mencoba untuk bangun, mengundang desah panik Bianca menyusul pegangan kuat yang hadir melindungi punggungku. Namun itu bukan hanya dari Bianca.

Seseorang ternyata berdiri di sisi lain dan aku baru menyadari presensinya. Di tengah pening yang menghantamku bertubi-tubi, aku tak dapat menahan keterkejutanku mendapati rupanya.

“Yang Mulia Pangeran….”

Pangeran Willard...? Mengapa dia ada di sini?

“Kau belum diperkenankan banyak bergerak, Princess Bella. Kondisimu cukup memprihatinkan jadi kembalilah berbaring.”

“Ba-bagaimana—”

“Arthur sedang dalam perjalanan kemari. Dia baru saja lepas landas dari Belfast City. Dia akan sampai sekitar satu jam lagi,” ujarnya seakan mampu membaca pikiranku.

Bagus sekali. Siapa yang harus kutanyakan kejelasan ini selain Bianca yang hanya menatapku dengan sorot tak biasa.

“Aku tidak punya pilihan lain, Bella. Maafkan aku.”

Tubuhku kembali berteriak kesakitan, membuatku sedikit meringkuk sehingga Pangeran Willard menitahkan Bianca untuk memanggilkan dokter. Pikiranku sangatlah kalut sehingga aku kembali berusaha turun dari tempat tidur.

“Aku harus pergi….”

Pangeran Willard menahanku, menyelamatkanku yang nyaris jatuh terguling atas sakit luar biasa—“Kau tidak diperkenankan banyak bergerak saat ini. Dokter mengatakan bahwa tubuhmu sangat rentan setelah perdarahan yang terjadi saat kau dibawa kemari.”

—terlalu sakit sampai aku tidak dapat memproses apa yang dikatakannya.

“Sa-saya harus pergi—dari sini....” lirihku tersengal, “Saya tidak dapat menghadapinya untuk saat ini, Ya-Yang Mulia ... Saya harus—”

Aku kembali merintih kesakitan. Ada yang aneh sebab perutku bagai ditikam berkali-kali saat ini. Pangeran Willard mendekapku cukup erat seakan-akan aku akan ambruk.

“Kau harus tetap di sini, Bella,” ujarnya pelan. “Kau nyaris membahayakan dirimu dan janinmu sehingga tidak memungkinkan bagimu untuk pergi dari sini untuk saat ini.”

Apa…?

Apa yang baru saja kudengar...?

“Ja-janin...?”

Jantungku bagai berhenti berdetak. Terlebih menyaksikan Pangeran Willard kini menatapku dengan sorot prihatin—atau mungkin kasihan padaku, sembari menyentuh tanganku yang telah meremas kuat bagian perutku saat ini.

“Kau sedang mengandung, Bella. Dia sudah berusia lima minggu. Apa kau belum mengetahui soal ini sebelumnya?”

Tidak mungkin....

. . .

—to be continued