Tender, mellow

Someone told me that you just cut your fingers.

Saat itu juga Sera menyembunyikan kedua tangannya ke belakang. Menggenggam jemarinya yang sudah dibaluti kasa dan sedikit menimbulkan jejak merah di sana.

“Aku sedang belajar memasak. Itu bukan hal serius.”

Being serious because you were bleeding quite a lot and you even crying.

“Memangnya aku tidak boleh menangis karena kesakitan? Aku bukan dirimu yang ditembak saja masih bisa bicara dengan tenang.”

Seketika Sera menyesali ucapan yang terlalu cepat meluncur dibanding akal sehatnya. Gelagap menjadi reaksinya dan dia semakin menghindari tatapan lurus yang terus mengawasi dalam jarak yang seharusnya masih bisa membuat Sera berlari tunggang langgang demi menyelamatkan debar kuat jantungnya.

Bagaimana mungkin dia berani mengutarakan hal yang bahkan masih menjadi ketakutan terbesarnya hingga detik ini...?

“Ma-maaf..., aku tidak bermaksud—” menjadi gilirannya yang kehabisan alasan untuk bersikap tak acuh, berakhir dengan dirinya menjadi yang paling bodoh di sini. “Jangan terlalu banyak bicara padaku. Kau sedang sibuk, aku tidak ingin kau terganggu.”

Choi Sera.

Dan Sera tak lagi dapat menahan gelegak emosionalnya. Hanya karena mendengar namanya disebut secara semestinya, oleh suara berat yang sudah terlalu lunak sejak pertengkaran tempo lalu, menerpa keras hatinya berkali-kali hingga perlahan luluh lantak.

We need to keep our heads and I need to talk with you.

“Tidak ada yang perlu dibicarakan,” lagi, meluncur terlalu cepat dari mulutnya yang mulai bergetar. Atas kepanikan yang timbul begitu deras sebagaimana tangan besar itu meraihnya.

And I want to see you.

Menahannya dalam genggam erat yang terlalu hangat.

Don't avoid me again, Sera.

Bersama frustasi yang sudah terlanjur pecah pada parau yang mengalun dari mulut Seungcheol.

I beg you.