To love, and to cherish....

✎__Dokyeom as Arthur, The Hidden Prince  - Pt.22

•••

Aku tahu bahwa perjuanganku tidak akan berhenti di sini saja.

Ketika kakiku kembali memijak pelataran kastilnya, bisa kurasakan betapa tanganku mulai berkeringat dingin. Rasanya sama seperti saat aku mendatangi tempat ini untuk kali pertama demi memenuhi wasiat itu.

Walau sambutan penuh hangat kudapatkan dari para penghuni kastil, termasuk Sir Felix yang menunjukkan senyum sopan bermurah hati, aku tidak lantas merasakan lega yang kuinginkan.

“Yang Mulia Ratu Margaret menunggu kepulangan Anda sekalian.”

Karena pemberitahuan dari Sir Nicholas menjadi alasanku untuk terus menyembunyikan senyumku.

Aku bisa melihat bagaimana Arthur menengokku; membawa tanganku agar bergelayut di lengannya lalu menangkupnya dengan tangan besar hangatnya. Dia berbicara melalui gesturnya, melalui usapan kecilnya, bahwa aku akan baik-baik saja di sampingnya.

Langkah kaki kami bagai menggema bersama beberapa pasang sepatu yang mengikuti di belakang. Sir Nicholas bersama Sir Felix dengan kompak membukakan pintu ruang pertemuan agar kami masuk tanpa mereka. Memberi privasi bagi kami untuk berhadapan langsung dengan Ratu Margaret yang telah menunggu bersama secangkir teh yang baru saja disesapnya.

Manik tegasnya seketika menangkapku. Ada pandangan menilai di sana, dan mungkin, ada ketidaksenangan yang sedang ia sembunyikan di balik sorot netralnya bagai tidak terpengaruh oleh kehadiranku kembali kemari.

“Istana begitu gaduh semenjak ditinggalkan olehmu, Arthur. Apa yang membuatmu begitu lama membawanya pulang?”

“Dia butuh waktu untuk memutuskan kembali kemari setelah apa yang sudah istana perbuat kepadanya. Aku rasa itu ganjaran yang pantas bagiku dan kalian untuk diterima.”

Seketika aku menundukkan pandangan. Merasa tidak kuasa untuk sekadar menegur Arthur karena sudah bicara cukup lancang pada sang ratu, pada ibunya.

“Lantas, apa yang ingin kau lakukan dengan berita kalian yang sudah tersebar luas ini? Kau ingin melempar semua masalah ini kepadaku? Aku tidak pernah mengajarkanmu untuk lari dari masalah terlebih kau sudah menyandang status sebagai seorang pangeran, Arthur.”

“Alasan mengapa kami harus menjalin hubungan secara diam-diam adalah karena wasiat istana. Jadi bukankah sudah semestinya bila istana, termasuk kau, bertanggung jawab atas kegaduhan ini, Yang Mulia Ratu?

Denting cangkir yang diletakkan cukup tegas di atas meja itu berhasil menyentakku. Melalui balik bulu mata, aku menyaksikan Ratu Margaret berdiri dari duduknya dan seketika aura tegang mengental di sekitar kami. Atau mungkin ini hanya aku yang merasakannya.

Ratu Margaret tidak lekas bicara, sehingga aku bisa merasakan tatapannya bagai tengah melubangi kepalaku yang tertunduk dalam. Tetapi, itu tidak bertahan lama ketika embus napas beratnya terdengar jelas menggema di ruangan ini.

“Jadi, apakah ini keputusanmu? Kau ingin mengaku bahwa kau sudah menikah dan akan memiliki anak? Di saat tidak ada sedikitpun dari kita yang berencana untuk membongkar semua ini dalam waktu dekat?”

“Tidakkah itu jauh lebih baik dibandingkan membiarkan bola api yang sudah dilempar semakin membesar karena kami tidak berkata jujur? Aku tidak ingin melakukan kesalahan yang pernah kau perbuat padaku di masa lalu, Ibu. Aku tidak mau menyembunyikan istri dan anakku hanya karena ingin menjaga nama baik istana dan kerajaan.

Saat itu juga, aku mengangkat pandanganku untuk mendongak kepadanya. Menatapnya dengan sorot tidak percaya akan apa yang baru saja kudengar darinya. Terlebih aku merasakan bagaimana tangannya yang terus menangkup milikku yang gemetaran berpegangan di lengannya, aku merasa bahwa dia menyuruhku untuk tetap diam dan membiarkan hanya dirinya yang berbicara....

“Aku rasa jika kalian terlalu lama membiarkan ini mengendap, tidakkah itu sama saja seperti menganggap pernikahan kami adalah aib? Di saat seharusnya ini merupakan momen sakral yang bisa didoakan oleh semua orang agar tidak ada lagi kesialan seperti ini.”

Ketika kuberanikan diri untuk menatap Ratu Margaret, aku mencelus menyaksikan reaksi yang terpapar di wajah ayunya. Mata tegasnya bergetar akan ketidaksiapan. Bibirnya menipis menahan sesuatu yang hendak mencuat hingga rahangnya mengetat keras.

Ratu Margaret tampak kehabisan kata.

Aku sedikit mengerti bahwa ucapan Arthur pastinya telah menyinggung perasaannya. Aku bahkan dapat melihat adanya luka yang berusaha beliau sembunyikan melalui palingan wajah untuk mengatur napasnya sejenak.

Dan aku sedikit tahu..., bahwa mungkin, ini bukanlah keadaan yang ia sendiri pun inginkan terjadi....

Very well.

Ratu Margaret akhirnya bersuara. Secara mengejutkan, tidak melakukan perlawanan dan masih dengan keanggunannya, beliau berjalan ke arah kami lalu berhenti beberapa langkah di hadapan kami. Di hadapanku.

Take care of your wife. And the baby—” Ia menatapku lurus tanpa gentar. Menggantungkan kalimatnya beberapa saat sebelum ia tutup dengan lugas, “Don't ever let us down by taking the baby away, again, Princess Bella. They will be the heir to this kingdom.

Setelah mengatakan demikian, Ratu Margaret melangkah tegap melewati kami. Masih dengan dagu menegak tinggi sampai wujudnya keluar dari ruangan ini. Menyisakan diriku yang terpaku oleh kebingungan mengalir deras di sekujur tubuhku yang masih menegang.

Apa maksud dari ucapannya barusan? Mengapa Ratu Margaret berkata seakan-akan ia mulai menerimaku?

“Bella.”

Apa maksud dari mereka akan menjadi pewaris dari kerajaan ini? Bukankah..., bukankah aku dan bayi ini tidak diterima olehnya...? Bukankah dia tidak sudi bila aku tetap berada di—

Bella? Hey.

Fokusku seakan baru saja kembali entar dari mana. Membuatku tersadar bahwa Arthur telah menangkup wajahku dengan kelembutannya, memberi tatapan sekaligus senyum meneduhkan yang justru semakin membingungkanku.

“Apa maksud dari ucapannya, Arthur...?”

Bukan jawaban langsung yang Arthur berikan. Melainkan kecupan lembut di keningku yang sempatkan aku memejam sebelum kembali bertemu tatap dengannya.

It means we are going to the palace.” Dia mengatakannya dalam gumam rendah, bersama jemarinya membawa surai rambutku ke balik telinga. “As the royal prince with his princess.

Aku menggeleng tidak mengerti. “Saya kira kita akan tetap di sini atau justru kembali ke Avon.”

Dia tertawa kecil seakan-akan ucapanku begitu lucu untuk didengarnya. Apalagi setelahnya, dia memelukku dengan lembut, menghirup napas di sisi kepalaku dan kurasakan bibirnya berlabuh di sana.

We’ll go there when we get a long holiday. But now, we will start a new chapter in the palace.

Aku masih harus mencerna semua ini ketika dia melepas rangkulan untuk kemudian menggenggam kedua tanganku. Obsidian gelapnya menyelamiku begitu dalam, begitu lekat sebagaimana dengan bibirnya mulai menciumi punggung tanganku.

“Bella.”

“Arthur....”

Panggil kami secara bersamaan. Di mana selanjutnya, Arthur mengecup bibirku seakan meminta agar aku memberinya kesempatan lebih dulu.

“Sejak awal kau menginjakkan kakimu di sini, kau sudah menjadi bagian dari kerajaan ini, Bella. Dan ini akan menjadi permulaan yang pastinya tidak akan mudah terlebih aku mungkin akan membuatmu kewalahan. Tapi bisakah kau berjanji satu hal kepadaku?”

Dia membuat jeda hanya untuk menatapku dengan sorot yang membuatku tak kuasa untuk menolaknya. Apalagi kedua tangannya tak henti menggenggam milikku, dengan ibu jarinya mengelusi tiap punggung tanganku.

Please, promise me that you will always be by my side. Whatever situation we face in the future, please stay with me, forever. Because I will no longer hesitate to run after you if you try to run away again.

Aku menggigit bibirku mendengar ucapan seriusnya, tetapi juga diiringi sirat lucu kala mengucapkan beberapa kata terakhirnya. Seakan-akan dia tengah berkelakar di tengah keseriusannya. Dan aku tidak dapat menyembunyikan senyumku lebih lama.

I mean it. I’m not joking since I've had enough of being left by you for this long.” Dia menekankan bersama lengkungan manis di bibirnya. “And I’ve told you, no one can take you from me, Bella. Not even this kingdom. So If you leave me, again, of course I’ll definitely take you back to me.

Arthur....

Promise me, Bella.

Dia berusaha mendesak yang itu justru membuatku tak dapat menahan haru. Ada permohonan mendalam di tiap kata yang dia lontarkan kepadaku dan aku tahu bahwa dia sungguh-sungguh dan tulus.

Betapa dia tidak ingin kehilanganku lagi. Sebagaimana denganku yang juga tidak ingin kehilangan dirinya.

I promise,” ujarku pelan, tetapi penuh dengan keyakinan beserta hatiku turut berjanji kepadanya. “And I promise to always love you. So please promise me to do the same, please promise me to love our baby. No matter how our situation may be.

Dia kembali mencium punggung tanganku. Tatapannya tak sedikitpun berpaling dariku. Bahkan ketika dia mengucapkan, “For better, for worse, for richer, for poorer, in sickness and in health,” kemudian dia merengkuh pipiku kembali, untuk memberikan kecup kecilnya di kelopak mataku. “To love and to cherish.” Lalu hidung bangirnya menyapa milikku. “This is my solemn vow to you, Bella. And I've sworn to never break it no matter what.

Seharusnya aku menangis terharu. Seharusnya aku membalas janji ikrarnya yang dia ulangi dan masih terasa kuatnya menggetarkan hati seperti di kali pertama dia mengutarakannya di altar dulu.

Tetapi aku malah bereaksi sebaliknya. Membuatnya harus terkesiap kaget kala aku membekap mulutku atas mual yang tiba-tiba datang. Sertamerta, seakan sama-sama tahu, baik tanganku maupun tangannya kontan mendekap perutku. Seharusnya aku sudah melewati morning sickness-ku hari ini. Tetapi, entah mengapa gejala ini harus kembali di saat yang tidak semestinya.

Bella, are you okay?

Aku mendongak padanya yang telah berganti menatapku khawatir. Sehingga yang kukatakan selanjutnya adalah, “I think Cheesecake is too nervous....

Menimbulkan tawa kecil merdu dari Arthur yang sertamerta mendekapku dengan erat. Untuk kesekian kalinya, dia memberi ciuman di kepalaku; penuh kasih sayang, penuh cinta, sebagaimana dengan tutur katanya yang tak luput menunjukkan betapa aku begitu berharga untuknya.

We should make it comfortable in this house,” bisiknya meyakinkan, “They will be our proud heir in this kingdom. Just as I am so proud to have you.

Jika ini memang sudah waktunya bagiku untuk berbahagia, maka aku akan menerimanya.

Jika setelah ini pun aku harus menerima rintangan yang mungkin akan membuatku menangis penuh lelah lagi, aku tetap akan menerimanya.

Jika pada akhirnya kami tetap akan disembunyikan oleh dunia, itu tetap tidak apa-apa.

Sebab aku akan tetap bersamanya.

Aku tetap akan menggenggam tangannya, bahkan mendekap raganya dengan sangat nyata.

Itu sudah lebih dari apa yang selama ini kusemogakan.

Pada janji dan sumpah yang telah kami ikrarkan, aku bertekad untuk melanggengkannya dalam cinta yang terus tumbuh. Layaknya bunga-bunga tiada henti bermekaran di hati yang telah kudedikasikan padanya.

Pada Arthur, pangeranku yang mulai dikenal oleh dunia, aku berjanji akan selalu mencintaimu sampai kapanpun.

•••

the end :)