Wound plaster

Seungcheol short narration

from

Unexpected Reunion

•••

“Kamu pikir saya buta? Saya juga tau kalau ini zamrud dan berharga mahal! Saya biasa beli jadi kamu nggak usah sok ngatur!!”

Untuk kesekian kalinya, Sherina harus memupuk kesabaran atas bentakan pelanggan yang tengah dihadapinya. Bukan kali pertama dia menghadapi orang keras kepala seperti ini jadi sudah semestinya Sherina terbiasa dengan itu.

“Baik. Mohon maafkan saya. Di sini saya hanya bertugas menjelaskan bahwa bila Ibu tertarik dengan cincin ini, mari ke sebelah sini untuk melanjutkan proses—”

“Saya kan mau lihat-lihat dulu! Kamu kok malah buru-buruin saya? Kalau kamu nggak suka melayani saya ya udah suruh yang lain aja!”

“Saya hanya mengingatkan agar Ibu lebih berhati-hati dalam mencoba demi menghindari kemungkinan adanya goresan yang—”

“Jadi kamu menuduh saya bakal ngerusak cincin ini? Kamu pikir saya nggak bisa ganti rugi? Saya ke sini juga bawa uang!!”

Bukan hanya semburan amarah, Sherina kini harus menerima lemparan cincin dan kalung yang sempat dikeluarkan untuk pelanggan itu sampai mengenai wajahnya. Beberapa pegawai sontak melerai, membawa pelanggan yang hampir menampar perempuan itu menjauh bersama hinaan menggaung ke penjuru toko ini.

“Kurang ajar sekali kamu dasar pelayan nggak sopan! Saya beli semua yang ada di toko ini juga mampu!! Nggak kayak kamu yang cuma orang miskin nggak tau etika kayak gini!!”

Menjadi pusat perhatian beberapa pengunjung yang segera berdesas-desus dan Sherina tahu bahwa mata-mata itu tengah mencemoohnya.

Tidak apa-apa, bukankah dia sudah terbiasa dengan berbagai bentuk tatapan merendahkan itu? Dia bahkan pernah mendapatkan yang lebih mengenaskan dari ini.

Maka Sherina lekas berjongkok memunguti perhiasan-perhiasan itu dengan hati-hati. Memeriksa dengan harapan tidak ada cacat yang kemungkinan bisa saja kerugiannya akan dibebankan kepadanya. Akan berbahaya karena bisa saja dia tidak mendapatkan gaji bulan ini.

Baru saja berdiri, Sherina tersadar bahwa seseorang sudah berdiri di hadapannya. Dan Sherina tidak sempat menarik napasnya begitu matanya langsung beradu dengan kilau kecoklatan yang tajam menatapnya.

Kenapa dia ada di sini...?

Sherina nyaris melupakan posisinya dan hampir mengabulkan teriakan di dalam kepalanya untuk berlari bila akal sehatnya tidak bergegas datang.

Seperti biasa, Sherina tegakkan wajah juga senyum sopan terbaiknya, berkata, “Selamat datang. Ada yang bisa saya bantu?”

Sekeras apapun Sherina menutupi, Sebastian tahu bahwa perempuan itu ketakutan. Tangan-tangannya yang masih melindungi hal yang seharusnya tidak perlu dilakukan itu gemetaran. Seperti mengundangnya untuk menyentuh dan menangkupnya.

“Saya akan ambil perhiasan itu.”

“Y-ya?” Sherina lantas menatap perhiasan di tangkupan tangannya, di mana Sebastian juga sempat memandangi. “I-ini, baru saja jatuh. Saya akan periksa dulu apa ada cacat—”

“Nggak apa-apa. Saya mau ambil itu.”

Entah apa tujuan Sebastian melakukannya. Kalaupun hanya kasihan, dia tidak perlu repot-repot menghabiskan uang untuk mengambil barang yang kemungkinan ada cacat ini.

Atau Sebastian hanya ingin menunjukkan bahwa ini bukanlah hal sulit baginya mengeluarkan puluhan juta hanya demi beberapa perhiasan ini lalu ia jadikan buah tangan teruntuk kekasihnya.

Sherina hanya mengiakan dan secepatnya menyelesaikan transaksi agar tidak perlu berlama-lama berhadapan dengan Sebastian. Sebab semakin dia berusaha tidak peduli, semakin ia merasakan gelisah lantaran pria itu terus menatapnya di seberang etalase ini.

“Terima kasih sudah berkunjung. Silahkan.”

Sebagai ganti dari paper bag yang ia beri, Sherina menerima sesuatu dari tangan Sebastian. Membuatnya sontak mencari maksud dari tindakan pria yang sedari tadi tidak mengalihkan netra kecoklatan yang dalam memandangnya.

“Pipi kamu ada luka. Tutup dulu pakai itu.”

Batin Sherina mencelus di tengah ketertegunan. Mengantar kepergian Sebastian yang sempat memberikan senyum padanya, lalu meratapi dua plester yang tergeletak di meja etalase ini.

Bahkan kata-kata terakhirnya seperti deja vu yang seketika menohok Sherina. Bahwa ternyata pria itu masih punya kebiasaan sama seperti di waktu sekolah dulu....