Munafik sekali jika aku tidak mengkhawatirkan masa depanku. Setelah hidupku hanya berkutat dalam tiap arahan kedua orangtua, di usiaku yang sudah memasuki kepala dua ini masih harus bergantung pada putusan Ayah dan Ibu.
Bagaimana caranya keluar dari sangkar menjemukan ini? Tidak bisakah aku bebas barang sejenak saja?
Bukan tanpa alasan umpatan itu terlontar dari mulut Choi Coups. Setelah sebelumnya dia berpikir bahwa peperangan antara dirinya dengan si pengasuh bayi delapan tahun semalam berakhir, ternyata perempuan itu masih tidak membiarkannya keluar dari tempat ini.
Tidak mengindahkan sapaan tersebut, Alpha Blake memilih duduk di sofa lain tepat menghadap pria-tanpa-undangan yang sudah duduk santai di seberangnya kini.
“Kamu pikir saya buta? Saya juga tau kalau ini zamrud dan berharga mahal! Saya biasa beli jadi kamu nggak usah sok ngatur!!”
Untuk kesekian kalinya, Sherina harus memupuk kesabaran atas bentakan pelanggan yang tengah dihadapinya. Bukan kali pertama dia menghadapi orang keras kepala seperti ini jadi sudah semestinya Sherina terbiasa dengan itu.
Memasuki apartemen, aku mendapatkan kesunyian yang tidak biasa. Walau begitu aku sudah bisa menebak dari televisi yang masih menyala, karpet yang dipenuhi boneka, buku gambar, hingga krayon berserakan, barulah menemukan si bayi besar itu berada di sofa dan jatuh terlelap sembari memeluk buku baca bergambar.
“Bukan berarti keadaannya sudah total membaik. Dia masih perlu diawasi karena tidak menutup kemungkinan akan ada pemicu yang membuatnya melakukan hal itu lagi.”
Untuk kesekian kali Sherina menyesali keputusannya. Sudah berkali-kali otak warasnya berkata bahwa tidak seharusnya dia menghadiri acara reuni ini, tapi egonya yang masih setinggi langit itu lebih memilih jalankan tantangan dari orang yang jelas-jelas masih membencinya.
Bunyi tembakan menggaung bersama pecahnya target di udara sebagai pertanda tepat sasaran. Tidak ada reaksi berarti di wajah pria itu, hanya kembali mengisi peluru pada senapan anginnya, lalu membidik ke atas pada target yang sekali lagi diterbangkan untuk ia tembaki.
Keluar dari kamar, Seung Cheri muncul dengan rambut berantakan juga isakan kecil. Wajah bantalnya dihiasi kantung mata yang sudah memerah di awal hari ini. Bibirnya bahkan melengkung ke bawah menandakan dirinya terbangun dalam suasana hati tidak baik.
Hanya dengan begitu, mampu mengusik keterdiaman Jeon Wonwoo yang sesungguhnya dia sendiri sudah tahu. Bahkan sebelum rekannya itu datang untuk mengajukan laporan tersebut.